Selasa, 18 Mei 2010

PILIH BERUBAH ATAU MATI.

”Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan) tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain), dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap.” (QS. Al-Insyirah [94]: 7-8)

Bergerak adalah suatu hal yang alamiah dan naluriah bagi seorang manusia yang masih bernyawa. Ketika seseorang behenti bergerak, maka pada hakikatnya dia telah mati. Secara fisik, orang yang selalu menggerakkan badannya akan jauh lebih sehat daripada orang yang lebih sedikit menggerakkan badannya. Secara psikis, orang yang seringkali berdiam diri merenungi nasib dan kesalahannya, akan lebih mudah terserang penyakit stress. Air yang bergerak dan mengalir akan memiliki kekuatan yang cukup besar dibandingkan air yang diam, yang hanya akan menjadi sarang serangga penyakit atau menyebabkan lantai menjadi licin.
Al-Quran banyak memberikan motivasi bagi kita, bahwa hanya orang yang mengerti/berakal/berfikir yang akan mampu mengambil pelajaran dari alam raya ini.
“Sungguh! Pada penciptaan langit dan bumi, pada pergantian malam dan siang, pada pelayaran kapal-kapal di lautan dengan segala yang menguntungkan manusia, pada hujan yang diturunkan Allah dari langit serta dihidupkan-Nya bumi setelah mati, pada binatang-binatang dari segala jenis yang ditebarkan-Nya di seluruh bumi ini; pada perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh semua itu tanda-tanda bagi manusia yang mengerti.” (Q.S. Al-Baqoroh:164)
Ada satu hal yang sangat kentara dari fenomena alam yang sering kita saksikan sehari-hari. Fenomena itu adalah bahwa semua makhluk Allah yang masih hidup akan selalu bergerak dan berubah. Jika berhenti bergerak dan tidak mau berubah, maka berarti makhluk itu telah mati. Secara sederhana, kita bisa mengamati perbedaan antara daun yang berserakan di pinggir jalan dengan daun yang masih kokoh menempel di dahan. Daun yang masih menempel di dahan, ia akan bisa bergerak mengikuti arah dan tekanan angin, ia bergerak sesuai irama angin, dan karena itu, ia masih sangat kuat menempel di dahannya. Tetapi, daun yang berserakan di pinggir jalan, tidak akan mampu mengikuti irama angin. Ia akan diterbangkan angin, hingga masuk ke tempat sampah atau masuk comberan. Itulah daun yang telah mati.
Demikian jug a manusia yang tidak mampu bergerak dan melakukan perubahan dalam hidupnya, pada hakikatnya ia telah mati. walaupun nafasnya masih berhembus. Bagaikan robot-robot yang bernyawa, manusia seperti ini hanya akan bergerak jika ada yang menggerakkan. Ia hanya akan bergerak mengikuti keinginan sang pembuat.
Salah satu karakter mu’min sejati, dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Dan mereka yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah; dan yang member perlindungan dan bantuan, mereka itulah orang yang beriman yang sebenarnya. Mereka diberi ampunan dan rejeki yang mulia.” (Q.S. Al-Anfal:74)
Ayat di atas memberikan gambaran bahwa orang beriman itu adalah orang yang mau bergerak dan melakukan perubahan (Hijrah, Jihad ). Hijrah adalah berpindah dari suatu kondisi yang tidak baik menuju kondisi yang lebih baik. Sedangkan jihad adalah bersunguh-sungguh melakukan suatu aktivitas amal shaleh yang berkualitas. Inilah etos kerja seorang mu’min sejati. Tidak pernah berhenti pada suatu keadaan, melainkan terusa bergerak dan berubah menuju ke arah yang lebih baik hingga ajal menjemputnya.
Rasulullah SAW, manusia terbaik sepanjang masa, mencontohkan bagaimana beliau tidak pernah lelah bergerak demi suatu perubahan yang lebih baik. Perhatikanlah bagaimana Tarikh mengisahkan kepada kita tentang etos kerja Rasulullah SAW dalam menjalankan perang Khandaq, perang yang sangat melalahkan dan menguras energi kaum muslimin.
Abu Waqid Al-Laitsi bercerita, “Pada hari itu, kaum muslimin berjumlah tiga ribu orang. Aku melihat Rasulullah saw. sekali-kali menggali tanah dengan menggunakan cangkul, ikut menggali tanah dengan menggunakan sekop, serta ikut memikul keranjang yang diisi tanah. Suatu siang, sungguh aku melihat beliau dalam keadaan sangat lelah. Beliau lalu duduk dan menyandarkan bagian rusuk kirinya pada sebuah batu, kemudian tertidur. Aku melihat Abu Bakar dan Umar berdiri di belakang kepalanya menghadap orang-orang yang lewat agar mereka tidak mengganggu beliau yang sedang tidur. Pada waktu itu aku dekat pada beliau. Beliau kaget dan bangun terperanjat dari tidurnya, lalu berkata, ‘Mengapa kalian tidak membangunkan aku?’ Kemudian beliau mengambil kapak yang akan beliau gunakan untuk mencangkul, lalu beliau berdoa, ‘Ya Allah, ya Tuhanku, tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat. Maka, muliakanlah kaum Anshar dan wanita yang hijrah.’”
Aisyah berkata, “Rasulullah saw. selalu pergi menjaga lubang di Khandaq sehingga apabila beliau kedinginan, beliau datang kepadaku. Lalu aku hangatkan dalam pelukanku. Apabila beliau telah hangat, beliau keluar lagi menjaga lubang itu. Beliau berkata, ‘Aku tidak khawatir terhadap kedatangan orang-orang (musuh), tetapi aku khawatir mereka datang sementara aku tidak berada di lubang itu.’ Setelah Rasulullah saw. berada dalam pelukanku dan telah hangat, beliua berkata, ‘Andainya ada orang yang saleh menjagaku.’” Aisyah berkata, “Hingga aku mendengar suara senjata dan bunyi gesekan pedang.” Lalu Rasulullah saw. berkata, “Siapa itu?” “Sa’ad bin Abi Waqqash.” Beliau berkata, “Jagalah lubang itu.” Aisyah berkata, “Rasulullah saw. lalu tertidur hingga aku mendengar dengkurannya.”

Hari demi hari berlalu. Pengepungan masih berlanjut. Angin dingin bertiup kencang. Medan perang semakin berat. Apalagi untuk pria paruh baya seperti Rasulullah saw. Dalam usia 57 tahun, tubuh Rasulullah saw. harus selalu siap siaga berjaga dan siap berperang setiap waktu. Beliau selalu bergerak cepat dari satu titik pertahanan ke titik pertahanan lain yang mendapat gempuran musuh. Serangan itu terjadi kapan pun tak kenal waktu. Siang dan malam. Rasulullah saw. hampir-hampir tidak bisa tidur selama peperangan berkecamuk. Rasulullah saw. adalah manusia biasa. Tubuhnya lelah. Kelelahan yang tiada tara. Tidak ada waktu istirahat untuk Rasulullah saw. Tidak ada.(sumber:http://www.dakwatuna.com)
Bagitulah, Rasululah SAW yang sudah dijamin masuk surga, tetap bekerja keras, bergerak, dan berupaya mempertahankan kejayaan umat Islam. Sementara kita, yang sangat belum tentu masuk surga, masih sering berleha-leha, bersantai, bekerja sangat lamban, seolah surga sudah di depan mata kita.
Maka, bergerak dan melakukan perubahan dari kualitas yang jelek menjadi baik, dari yang baik menjadi lebih baik, dari yang lebih baik menjadi istimewa, dan seterusnya, adalah menjadi kewajiban kita sebagai seorang mu’min sejati. Jika Allah telah memberikan potensi bagi manusia untuk menjadi orang yang luar biasa, kenapa kita cukup berpuas diri menjadi orang yang biasa-biasa saja? Jika Rasulullah saja masih mau berpeluh keringat, berhijrah, berjihad, dan berperang melawan orang-orang musyrik, maka mengapakah kita selalu mengeluh ketika menghadapi sedikit musibah atau kesulitan? Atau mengapa kita merasa cukup puas dengan amal yang alakadarnya? Padahal kita bisa menambah jauh lebih banyak dari itu.