Rabu, 26 Agustus 2009

BELENGGU CINTA

Yaa Allah, Jika Cinta Adalah Ketertawanan,
Maka tawanlah aku dengan cinta-Mu
Agar Tak ada lagi yang dapat menawanku


Mimpi menjadi seorang manusia yang benar-benar bebas dari segenap intervensi tidak akan pernah bisa mewujud. Bagaimanapun manusia tergantung dan bergantung pada pihak lain. Dalam kehidupan, tidak mungkin ada orang yang bisa bebas sebebas-bebasnya. Ada Yang menawan ada yang tertawan, penawan dan tertawan bisa jadi makhluk yang berlainan jenis. Manusia bisa tertawan oleh perasaannya, oleh keinginannya, oleh jabatannya, oleh status sosialnya.

Manakala seseorang memiliki jabatan yang tinggi, dia akan berusaha mempertahankan jabatan tersebut dengan berbagai cara meskipun ia harus bersikap tidak adil, baik kepada orang lain maupun kepada hati nuraninya. Akhirnya dia tidak akan rela bawahannya menggantikan posisinya, dan ia akan berusaha sekuat tenaga menjatuhkan bawahan yang potensial menjatuhkannya. Itulah manusia yang tertawan oleh jabatannya. Bukankah hanya Allah yang seharusnya menawan? Bukan malah jabatannya?

Status juga bisa menjadi penawan seseorang. Tatkala status tokoh, ulama, kyai, atau ustadz sudah disandangnya, maka status itu harus bertahan selama hayatnya. Sebelum ia meninggal, murid tetaplah murid, santri tetaplah santri, tidak boleh lebih tinggi dan lebih pintar apalagi memiliki status yang lebih tinggi darinya. Merekalah manusia yang tertawan oleh status terhormatnya, Bukankah hanya Allah yang seharusnya menawan? Bukan malah statusnya?

Keinginan manusia akan sesuatu materi, bisa juga menjadi penawan, sehingga banyak orang gelap mata demi memperjuangkan keinginannya, bagaimana seorang preman bisa membunuh temannya hanya demi uang seribu rupiah. Seorang kakek pun tega memperkosa cucunya sendiri demi melampiaskan keinginan syahwatnya. Seorang Pejabat bahkan sampai berani korupsi demi menuruti keinginan istrinya. Dalam hal ini ada benarnya ungkapan “Keinginan Adalah Sumber Penderitaan”. Bukankah hanya Allah yang seharusnya menawan? Bukan malah keinginannya?

Cinta adalah sebuah ketertawanan dari orang atau benda yang dicintai. Rasionalitas dan akal sehat tidak akan berfungsi jika cinta sudah menawan. Cinta jabatan, cinta status, cinta keinginan, cinta kekasih, merupakan belenggu yang membuat manusia tidak mungkin bisa meraih kebebasan seutuhnya. Seorang yang berjuang dan berkorban untuk meraih kebebasan, pada hakekatnya ia dibelenggu oleh keinginan bebas tersebut. Lantas tidak bolehkah kita bercinta? Haramkah kita punya keinginan? Tercelakah kita berjuang meraih kebebasan?

Sebaiknya kita renungkan ungkapan Maulana Jalaluddin Rumi berikut: “Siang dan Malam di dunia ini engkau mencari ketentraman dan kedamaian. Walaupun sesungguhnya tidak mungkin kau mencapai mereka di dunia. Namun demikian, pencarianmu tentu tidak sia-sia. Ketentraman dan kedamaian bisa hadir, meski hanya sekejap. Kedamaian apapun yang kau temukan di dunia ini, tidak abadi. Kehadirannya bagaikan kilat yang menyambar. Ia hadir disertai situasi penuh guntur, hujan, salju, dan godaan”.

Hal yang biasa terjadi ketika seseorang jatuh cinta adalah dia akan terikat dan terbelenggu oleh cinta dan yang dicintainya. Belenggu itu begitu kuat, sehingga rasio dan akal sehat tidak berlaku sama sekali dalam konteks tersebut. Korupsi, kolusi, manipulasi, dan kejahatan lainnya merupakan ekspresi dari cinta yang membelenggunya. Cinta jabatan, cinta kekuasaan, cinta harta, cinta dunia dan takut mati.

Cinta kepada Allah merupakan pintu menuju pembebasan, Allah mencintai kita manakala kita mampu berbuat sesuatu untuk membebaskan manusia dari ketakutan, kesengsaraan, ketertindasan, ketidak-adilan. “Sayangilah mereka yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit (Allah) akan mencintaimu”.
Cinta Allah yang dirindukan selayaknya membawa seseorang untuk berbuat apapun untuk membebaskan penghuni bumi dari orang, sistem, dan kekuasaan selain yang diridhoi Allah. Demonstrasi bisa berakibat turunnya cinta Allah manakala dilakukan untuk membebaskan rakyat dari penindasan penguasa. Berpolitik juga bisa mendatangkan cinta-Nya jika diniatkan dan diekspresikan lewat perjuangan melawan penguasa yang dhalim, menunjukan kesalahan-kesalahannya, berkata yang benar walaupun pahit.

Mereka, para aktivis sosial, yang mengorbankan waktunya untuk mengurusi anak jalanan, fakir-miskin, anak-anak yatim , kaum terpinggirkan, yang tanah dan rumahnya digusur oleh pemerintah sombong dan takabbur dengan alasan yang dibuat-buat. Mereka yang berjuang untuk rakyat bersama-sama rakyat, berada di tengah mereka, berbicara dengan bahasa mereka. Mereka itulah yang telah mengamalkan perintah Allah untuk menyayangi seluruh penghuni bumi demi mendapatkan cinta penghuni langit.

Pahit memang, sulit memang, berat memang, tapi itulah perjuangan, menyerah, adalah akhir dari kemanusiaan dan awal fase kehewanan. Sudah menjadi sunnatullah jika hewan menyerah pada instingnya, dan sebaliknya, sunnatullah bagi manusia adalah melepaskan diri dari belenggu insting, tidak menyerah, dan terus berfikir, berkreasi dan berbuat. Menyerah berarti menjatuhkan diri ke dalam derajat hewan, bahkan lebih bodoh dan lebih sesat dari hewan. Manusia sejati adalah manusia yang tidak menyerah pada ikatan nasib, tidak menyerah pada kekuatan penguasa, tidak menyerah pada kerasnya penindasan, tidak menyerah pada eloknya hawa nafsu, tidak menyerah pada liciknya setan dan iblis, tidak menyerah pada belenggu cinta, selain belenggu Allah semata.

Wahai manusia, jangan pernah mau menjadi anjing, jangan pernah menyerah pada anjing, bebaskan manusia dari belenggu anjing-anjing kekuasaan, anjing-anjing politik, anjing-anjing sosial, anjing-anjing budaya, anjing-anjing kedhaliman. Berjuanglah sebagai manusia, berjuanglah sebagai makhluk Tuhan, Jadilah pemberontak dengan cinta untuk meraih cinta-Nya.

Ya!Ya! Akulah seorang tua!
Yang capek tapi belum menyerah pada mati.
Aku merasa tubuhku sudah menjadi anjing.
Tetapi jiwaku mencoba menulis sajak.
Sebagai seorang manusia.
(W.S. Rendra)

Minggu, 23 Agustus 2009

RAMADHAN 1430 H. LEBIH BAIKKAH?

Tak terasa, Ramadhan 1430 H sudah kita masuki. Beragam suasana khas Ramadhan akan segera menyapa kita. Namun ada halyang jauh lebih penting bagi kita, terutama saya pribadi, yang menjadi fokus utama di bulan Ramadhan kali ini.

Saya berfikir apakah Ramadhan kali ini, keadaaanku akan menjadi lebih baik dibanding ahun sebelumnya? Atau malah tetap, bahkan lebih buruk. Itulah yang aku takuti, Ramadhan kali ini lebih buruk atau tetap dibanding ramadhan sebelumnya.

Ramadhan tahun lalu, aku sudah setting dengan beragai aktivitas, namun Allah berkehendak lain, aku terserang sakit yang memintaku beristirahat hingga lebih dari satu bulan. Praktis, Ramadhan tahun lalu hanya diisi dengan istirahat, nonoton tv, baca buku, dan menunggu waktu buka. Sunguh bukan Ramadhan yang ideal buatku.
Kini, seperti biasa... kegiatanku di bulan sui ini cukup padat, walaupun aku coba menghemat tenaga, agar tak kejadian sakit lagi seperti Ramadhan tahun lalu. Lagi-lagi aku bertanya, apakah padatnya aktivitasku di bulan Ramadhan ini bisa mengubah diriku menjadi lebih baik?

Beberapa waktu yang lalu aku baca buku panduang "Tuhan Inilah Proposal Hidupku" karya Jamil Azzaini. Dimana dalam buku itu diajarkan bagaimana cara membuat proposal hidup secara lengkap. Kenapa harus membuat proposal hidup? Jawabannya sederhana; Untuk mengadakan kegiatan Agustusan saja kita butuh proposal, mengapa untuk aktivitas selama hidup kita nggak buat proposal? Dan ada penelitian menunjukan bahwa orang-orang yang memiliki cita-cita hidup dan menuliskannya akan jauh lebih sukses dibanding orang yang memiliki cita-cita dan rencana hidup namun tidak pernah menuliskannya. Bahkan akan jauh lebih sukses dibanding orang yang tidak punya rencana sama sekali.

Akhir-akhir ini banyak sekali keinginanku yang belum tercapai. Maka saatnya bagiku untuk menjadikan keinginanku itu lebih terencana, lebih tersistematis, dan tentu saja lebih jelas capaiannya. Aku harus segera membuat proposal hidup, Life Planning, atau apapun namanya. Setelah itu, aku serahkan proposal itu pada Rabb-Ku, biarlah Dia yang memutuskan. Aku bisa mencapainya atau tidak.
Mudah-mudahan dengan cara ini hidupku lebih terencana, dan Ramadhan kali ini bisa jauh lebih baik dibanding Ramadhan yang lalu.

Nantikan proposal hidup Achmad Faisal di edisi berikutnya
Wassalam,