Kamis, 05 November 2009

Selamat Jalan Ustadz

Sabtu, 31 Oktober 2009, pukul 23.00, Seorang teman mengabarkan kepergian seorang ulama besar di Indonesia. Ya... K.H. Shiddiq Amien, yang merupakan Ketua Umum PP.Persatuan Islam (Persis).

Saya memang tidak secara langsung pernah menjadi santrinya. Interaksi saya dengan beliau dimulai ketika saya aktif di PP.Hima Persis. Di sanalah saya sering mengikuti pertemuan-pertemuan yang dipimpin oleh beliau. Namanya mahasiswa, suara kritis sering saya lontarkan di pertemuan tersebut. Termasuk ketika saya mengkritisi kebiasaan beliau yang masih suka menerima permintaan pengajian di kampung-kampung atau bahkan di acara pernikahan. Menurut saya, seorang Ketua Umum Ormas tingkat nasinal mestinya lebih mengutamakan beraktivitas di level nasional, bahkan internasional. Saya juga pernah memberi masukan, agar beliau, sebagai ikon Persis, hendaklah memiliki skretaris/manajer pribadi yang bertugas mengatur jadwal aktivitasnya.

Namun, ternyata kritikan, saran, dan masukan itu tidak bisa dipenuhi oleh beliau. Sempat kecewa memang, dan pada akhirnya saya tahu kenapa kritikan dan masukan saya tidak dipenuhi. Ternyata beliau lebih memilih untuk dekat dengan umat. Dengan memiliki sekretaris/manajer akan mengakibatkan posisinya lebih menjauh dari umat yang dicintainya. Demikian pula, meski jabatan tinggi disandangnya, beliau tidak ragu untuk berdakwah di pelosok-pelosok kampung. Semua itu dilakukan ternyata karena kecintaannya kepada umat. Ketika umat merindukan dan membutuhkan wjangan-wejangannya yang santun, ilmiah, namun tetap tegas, maka tidak ada alasan bagi Ust.Shiddiq untuk menolak permintaan tersebut.

Yang lebih hebat lagi, untuk berdakwah ke berbagai tempat, bahkan yang cukup jauh sekalipun, beliau menyetir mobil sendirian, tanpa sopir. Hanya aktivitas keorganisasianlah yang melibatkan sopir, itupun jika perjalanan dilakukan hingga ke luar Jawa Barat.

Namun semua kritikan dan masukan yang dulu pernah aku sampaikan, terjawab sudah. Ketika Allah SWT emanggilnya, ribuan umat tak henti berdatangan, baik ke masjid PP.Persis di Viaduct, atau ketika menjelang dimakamkan di Tasikmalaya. Bahkan saking penuhnya jama'ah , shalat jenazah pun bershaf hingga ke jalan raya. Baru kali ini saya menemukan praktik shalat jenazah di jalan raya n(seperti shalat ied saja). Ternyata, pengorbanan dan perjuangan beliau selama ini, menghasilkan rasa cinta yang mendalam di hati umat yang sering dikunjunginya.

Selamat Jalan Ustadz, kecintaan umat terhadapmu merupakan buah dari ketulusanmu dalam berdakwah selama ini. Akhirnya, kami yang muda-muda ini harus lebih terpacu untuk melanjutkan perjuanganmu. Dan secara pribadi, saya pun berkeinginan, jika Allah memanggilku kelak, ada ribuan, bahkan jutaan umat manusia yang kehilangan. Mungkinkah?

Tidak ada komentar: