Selasa, 03 Agustus 2010

Belajar Kejujuran


Saat pelatihan Reframe Your Life beberapa waktu lalu, saya terkesan dengan seorang peserta. Namanya Dedi Haryadi. Beliau seorang aktivis dan direktur salah satu LSM terkenal di Jawa Barat. Sepak terjangnya dalam mengkritisi pemerintah sudah tidak diragukan lagi.
Sebelum pelatihan dimulai, di terlihat sangat kecewa dengan pelayanan yang diberikan panitia. Bagaimana tidak? Pada saat dia datang ke tempat acara, belum ada panitia satu orang pun. Dan ketika acara dimulai beliau sudah pasti memiliki pikiran negatif tentang pelatihan ini. Iya lah, aktivis LSM, biasa mengkritik pemerintah, kini harus mengikuti pelatihan dengan pembicara yang bekum terkenal. Bahkan dia menelepon isterinya, bahwa dia akan pulang nanti sore, tidak akan mengikuti acara sampai selesai.  Namun yang terjadi kemudian, justru beliau terlihat sebagai peserta yang paling serius mengikuti materi yang disampaikan pembicara. Bahkan ketika akhir acara molor, ia tidak bergeming, tetap mengikuti hingga selesai. Bahkan hingga akhirnya beliau terpilih sbagai peserta terbaik.
Apa kesan mendalam yang saya dapatkan dari kejadian di atas? KEJUJURAN. Ya, kejujuran lah yang  membuat seorang aktivis terkenal, berani mengubah sikapnya dalam seketika, dari negatif menjadi positif. Setelah dengan obyektif dia menilai materi yang didapatkannya positif dan sesuai dengan kebutuhannya, tanpa harus malu, beliau mengakuinya dengan jujur.
Kejujuran itu jugalah yang mengakibatkan Umar Bin Khaththab masuk Islam dan Abu Jahal tidak masuk Islam. Padahal keduanya sama-sama mendengarkan bacaan Al-Quran. Bahkan Abu Jahal sering mengendap-endap di samping rumah Rasulullah setiap tengah malam, hanya untuk mendengarkan bacaan Al-Quran dan dia sangat menikmatinya. Tapi kenapa hanya Umar yang masuk Islam? Karena Umar, bahkan sebelum masuk Islam, punya karakter jujur dan tegas. Hitam ia bilang hitam, putih dia bilang putih. Berbeda dengan Abu Jahal, yang memiliki karakter pengecut, dia senang berada di wilayah abu-abu, dia tidak berani mengakui kebenaran Al-Quran hanya karena takut kehilangan apa yang sudah dia genggam selama ini, mulai dari  harta, jabatan, kekuasaan, pengaruh, dll. Ya, persis karakter politisi Indonesia saat ini.
Jujur dalah mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Kejujuran juga bisa diartikan serasinya perkataan dengan perbuatan. Jujur menjadi suatu hal yang sulit dicai saat ini. Orang jujur menjadi orang yang sangat langka. Mulai dari pejabat yang korupsi, pegawai yang tidak jujur, pengusaha yang berbohong,  artis yang senantiasa bertopeng tampil di depan masyarakat, hingga masyarakat yang harus kehilangan keberanian untuk berkata jujur. Kejujuran adalah barang mahal bahkan bisa diperjual belikan.
Jujur juga bisa bermakna pembuktian. Sesorang yang tidak bisa membuktikan kebenaran ucapannya bisa dikatakan tidak jujur. Itulah makanya, memberi dalam ajaran Islam diistilahkan dengan shadaqah yang berarti benar atau jujur. Hal ini karena memberi merupakan pembuktian kebenaran atau kejujuran iman seseorang.
Untuk jujur memang dibutuhkan keberanian. Keberanian untuk “menelan ludah”nya sendiri . Keberanian untuk berubah pandangan dari negatif menjadi positif tanpa memperhitungkan pendapat dan komentar orang lain. Dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berani dan berpikiran positif.
So… Reframe Our Life… Mari beranikan diri  untuk berkata jujur, walau mungkin sulit. Itulah perjuangan.  “Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.”(WS Rendra)

Tidak ada komentar: